Analisis Neurosis

Gangguan Mental Tokoh Jayus dalam cerpen “Dhawangan”
Karya Sawali Tuhusetya
A.    Pendahuluan
Neurosis, sering disebut juga psikoneurosis, adalah istilah umum yang merujuk pada ketidakseimbangan mental yang menyebabkan stress, tapi tidak seperti psikosis atau kelainan kepribadian, neurosis tidak mempengaruhi pemikiran rasional. Konsep neurosis berhubungan dengan bidang psikoanalisis, suatu aliran pemikiran dalam psikologi atau psikiatri. Psychoneuroses merupakan kekacauan kepribadian yang relatif lebih ringan namun meresahkan dan tidak menyenangkan pasien tetapi tidak sampai merusak penyesuaiannya dengan kehidupan sosialnya atau mengganggu aktivitas sehari-harinya sehigga tidak membutuhkan pengawasan atau diharuskan masuk ke rumah sakit jiwa.
Pada cerpen Dhawangan tokoh Jayus mengalami gangguan mental berupa neurosis. Ia dijauhi oleh masyarakat dan orang disekelilingnya arena adanya kelainan pada mulutnya yang mengeluarkan bau bacin. Dirinya yang merasa terisolasi dari masyarakat  membuatnya merasa kesepian akan kasih sayang. Jayus pada akhirnya merelakan dirinya menjadi Dhawangan dengan tujuan agar ia dapat menyalurkan segala perasaan yang ia pendam selama ini.
TEORI DAN METODE PENELITIAN
Psikhoneurosa merupakan bentuk disorder fungsionil pada sistim saraf (nervous system). Disorder fungsionil mental ini mencakup pula disintegrassi sebagian dari kepribadian khususnya berkenaan dengan tidak adanya/berkurangnya hubungan anntar pribadi dengan sekitarnya. Sungguhpun demikian masih ada juga sedikit-sedikit relasi atau komunikasi dengan dunia luar, dan masih ada sedikit insight (Kartini Kartono, 1985:84).
Berbeda dengan gangguan psikhotik, pada phsikoneurosa tidak terjadi disorganisasi kepribadian yang serius dalam kaitannya dengan realitas eksternal. Biasanya si penderita mengalami sejarah hidup penuh kesulitan, dibarengi tekanan-tekanan dan peristiwa yang luar biasa. Atau mengalami kerugian phsikis yang sangat besar sekali, karena terampas dari lingkungan social yang baik dan kasih sayang sejak usia yang sangat muda.
Perjuangan-perjuangan kompulsif yang membabi buta, kebutuhan-kebutuhan yang bertentangan akan kesempurnaan, kekuasaan, kasih sayang, dan independesi semuanya merupakan  teknik untuk menghilangkan kecemasan yang dirancang untuk mempertahankan alienasi antara diri real yang dibenci dean diri ideal. Dan antara diri real dan orang-orang lain yang penting. (Yustinus Semiun, 2013: 164)
Pada umumnya gangguannya berbentuk gejala sebagai berikut: sipenderita tidak mampu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Tingkah lakunya menjadi abnormal dan aneh-aneh. Akan tetapi kebanyakan dari mereka itu belum memerlukan hospitalisasi (perawatan dalam rumah sakit jiwa). Sipenderita biasanya tidak mengerti diriya sendiri, dan membenci pula dirinya sendiri. (Kartini Kartono, 1985:84).
            Kecenderungan neurotic untuk bergerak menuju orang lain menggunakan strategi-strategi yang kompleks. Kecenderungan itu ialah “suatu keseluruhan cara berfikir, merasakan, dan bertindak-suatu keseluruhan cara hidup.” (Horney, 945) tujuan dari “bergerak menuju orang lain” dari sang penurut ini pada permukaan merupakan kebutuhan untuk rukun dengan orang-orang lain, menghindari perselisihan. (Yustinus Semiun, 2013: 164)
PEMBAHASAN
Berdasar pembacaan cerrpen Dhawangan tokoh Jayus mengalami gangguan mental beripa psikoneurosa atau yang biasa disebut neurosis. Jayus yang mengalami kelainan pada mulutnya yang mengeluarkan bau bacin saat ia berbicara membuat dia dijauhi oleh masyarakat bahkkan keluarga. Makian, celaan tak jarang ia dapatkan dari setiap orang yang ditemuinya.
Jayus memang lelaki bernasib malang. Dalam usia yang sudah menginjak kepala empat, tak seorang pun gadis kampung yang mau hidup bersamanya. Yang lebih menyedihkan, ke mana pun ia berada, selalu saja jadi bahan olok-olok dan ejekan. Ada yang menyebutnya “Jayus Gemblung”, “Jayus Gembel”, atau “Jayus Bacin”. Tak seorang pun penduduk yang mau menyisihkan sedikit keramahan untuknya. Semua menjauhinya. Dalam pergaulan, ia selalu tersisih dan disisihkan. Warga kampung selalu menutup hidungnya rapat-rapat setiap kali berbincang-bincang dengannya. Tidak tahan dengan bau bacin yang menyembur-nyembur dari rongga mulutnya.

Dalam hubungan sehari-hari Jayus bukanlah seseorang yang cenderung antisocial. Ia tetap menjaga hubungan dengan semua warga tanpa terkecuali. Ia sering menegur sapa warga walaupun balasan yang ia dapat adalah warga yang selau menutup hidung karena bau mulut Jayus. Tak ada yang memperdulikan  apapun yang dilakukannya baik hal baik ataupun buruk.
Jayus sudah berusaha bersikap ramah kepada siapa saja. Bahkan, kepada orang-orang yang pernah menghinanya. Dia tidak dendam atau sakit hati. Namun, citra dekil, gemblung, gembel, atau bacin sudah telanjur melekat ke dalam dirinya. Dia tetap saja dicibir, dicemooh, dan dihinakan.

Kelainan yang dialami oleh Jayus membuatnya diisolasi dan memberikan dampak pada kepribadiannya. Ia cenderung menjadi orang yang hanya patuh dan menerima apapun yang dilakukan orang lain. Bahkan saat ia dicela ia hanya bisa diam dan menerima, tanpa merasa dendam dan marah.
Jayus sudah berusaha bersikap ramah kepada siapa saja. Bahkan, kepada orang-orang yang pernah menghinanya. Dia tidak dendam atau sakit hati. Namun, citra dekil, gemblung, gembel, atau bacin sudah telanjur melekat ke dalam dirinya. Dia tetap saja dicibir, dicemooh, dan dihinakan.

Bentuk pelampiasan dari segala perasaan Jayus yaitu keinginannya untuk menjadi pemain Dhawangan.hal tersebut menjadi teknik untuk menghilangkan kecemasan yang dirancang untuk mempertahankan alienasi antara diri real yang dibenci dean diri ideal. Dengan menjaadi sosok Dhawangan ia merasa dirinya akan berubah menjadi orang ya disukai oleh semua orang, bukan seperti dirinya yang sekarang dimana semua orang menjauhinya.

Desakan untuk bisa menjadi pemain dhawangan terus mendesing-desing dalam rongga dadanya. Tak tertahankan. Dengan cara begitu, Jayus berharap bisa melupakan ejekan dan hinaan orang-orang. Dalam keadaan tidak sadar dan kesurupan, gendang telinganya tidak akan mampu menangkap celoteh miring para tetangga. Dia akan terus menari-nari, melahap benda-benda, atau mengganggu kerumunan penonton dengan tenang dan nyaman. Tanpa merasa terusik. Bahkan, dia akan berubah menjadi sosok yang wibawa, disegani, sekaligus juga ditakuti. Namun, Jayus tidak tahu bagaimana cara menyampaikan desakan batinnya yang begitu kuat itu kepada Kang Marto Barong, pimpinan group “Singa Tata Jalma”.
Jayus tak sanggup lagi menahan hasrat yang begitu kuat membombardir dinding batinnya. Gelisah. Bermodal nekad, Jayus menemui Kang Marto Barong. Di luar dugaan, Kang Marto Barong berkenan menerimanya dengan senang hati.

Jayus cenderung tipe  orang yang mengalami neurosa yang mendekati orang, walaupun dengan segala cacian yang diberikan oleh masyarakat namun ia tetap menjalin komunikasi dan sosialisasi seperti biasa, tentu saja karena ia tidak mau terlibat dengan masalah yang pada akhirnya akan merugikan dirinya sendiri.  dari hubungan tersebut ia dapat menemukan bentuk pelampiasan dari serangkaian kegiatan yang dilakukan. 

Suatu malam, group “Singa Tata Jalma” diminta pentas oleh seorang penduduk yang punya hajat mantu. Seperti biasanya, penonton membludak. Suara gamelan membahana, ditingkah ketipak kendang yang menghentak-hentak. Adegan demi adegan berlangsung fantastis dan atraktif. Tepuk sorak membubung ke angkasa, menggetarkan perkampungan, memantul-mantul ke dinding tebing yang kokoh berdiri di sebelah timur perkampungan. Atas permintaan penonton, sang pawang merapal mantra dan memercikkan segelas air putih ke tubuh para pemain. Aneh, dalam sekejap, para pemain menari-nari tak terkendali. Irama gamelan dan kendang pun makin liar; menyesuaikan gerakan para pemain. Tepuk tangan riuh makin membahana. Pentas berubah seperti kerumunan makhluk gaib yang tengah berpesta. Suasana semacam itulah yang sudah lama dirindukan Jayus. Dalam keadaan tidak sadar dan kesurupan, gendang telinganya tidak akan mampu menangkap celoteh miring para tetangga. Dia akan terus menari-nari, melahap benda-benda, atau mengganggu kerumunan penonton dengan tenang dan nyaman. Tanpa merasa terusik. Bahkan, dia akan berubah menjadi sosok yang wibawa, disegani, sekaligus juga ditakuti. Terkabulkan sudah hasrat dan keinginan Jayus. Di atas pentas, dia seperti dhawangan yang sesungguhnya. Menari-nari, menggoda dhawangan perempuan, lantas dengan tubuh ndhoyong berlari cepat sembari melakukan adegan-adegan mesum. Sesekali, tubuhnya yang tinggi besar itu meluncur ke arah kerumunan penonton.

Bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh tokoh Jayus yaitu dengan melanjutkan  menjadi dirinya yang baru yaitu menjadi Dhawangan laki-laki. Jayus merasa dipuja-puja, disayangi dan yang selalu menjadi pusat perhatian disaat pementasan menjadi lebih bangga pada dirinya sekarang. Iapun dapat dengan leluasa mengekkspresikan segala perasaan dan hasrat yang ia pendam selama ini. Sampai pada akhirnya ia tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri dan makkhluk halus yang merasuki dirinya yang mengendalikan dirinya. Diakir cerita Jayus menghilang tanpa ada yang tahu mengenai keberadaanya sekarang. Dan tak ada yang tertinggal lagi mengenai Jayus di desa tersebut. Yang ada hanyalah  teror yang terjadi pada setiap malamnya, dan masyarakat menduga itu adalah penjelmaan Jayus yang ingin balas dendam.

Sejak peristiwa itu, desa terpencil itu seperti desa mati. Nglangut. Setiap senja jatuh, perkampungan seperti diselubungi jubah Malaikat Maut. Hawa maut bertebaran di setiap mulut pintu rumah penduduk. Sudah lima warga kampung yang menjadi korban. Tewas mengenaskan dengan cara yang sama. Leher mereka nyaris putus seperti terkena bekas gigitan makhluk ganas. Darah kental kehitam-hitaman berceceran. Mereka yakin, para penduduk yang tewas mengenaskan itu telah menjadi korban dhawangan, penjelmaan dari Jayus yang kesurupan ketika pentas. Mereka semakin yakin, sebab setelah pentas barongan itu digelar, Jayus raib seperti ditelan perut bumi; tidak lagi tampak batang hidungnya. Bau bacin yang menyembur-nyembur dari rongga mulutnya pun tak tercium lagi.

KESIMPULAN
Psikhoneurosa merupakan bentuk disorder fungsionil pada sistim saraf (nervous system). Disorder fungsionil mental ini mencakup pula disintegrassi sebagian dari kepribadian khususnya berkenaan dengan tidak adanya/berkurangnya hubungan anntar pribadi dengan sekitarnya. Sungguhpun demikian masih ada juga sedikit-sedikit relasi atau komunikasi dengan dunia luar, dan masih ada sedikit insight (Kartini Kartono, 1985:84).
Tokoh Jayus dalam cerpen Dhawangan mengalami gangguan mental beripa psikoneurosa atau yang biasa disebut neurosis. Jayus yang mengalami kelainan pada mulutnya yang mengeluarkan bau bacin saat ia berbicara membuat dia dijauhi oleh masyarakat bahkkan keluarga. Makian karena hal tersebut ia mengalami gangguann mental dimana ia membenci dirinya sendiri dan menginginkan sosok lain dalam dirinya. Dia menggunakan Dhawangan sebagai alat untuk meluapkan segala bentuk perasaannya yang selama ini memukul jiwanya.

















DAFTAR PUSTAKA

Kartono kartini. 1985. Psikologi abnormal. Bandung. Penerbit alumni

Durand, Barlow 2007. Psikologi abnormal. Yogyakarta. Pustaka pelajar

Komentar

Postingan Populer